Benarkah Sosok Inisial T Pengendali Judol Terkait Konsorisum 303?
JAKARTA - Benarkah sosok inisial T pengendali judi online ada kaitannya dengan konsorsium 303? Sebelumnya, masyarakat dihebohkan dengan munculnya informasi mengenai skema kerajaan dan konsorsium 303 mantan Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo.
Namun Polri menyatakan bahwa sejauh ini belum menemukan hasil temuan terkait dengan munculnya dokumen kekaisaran Sambo dan konsorsium 303 yang membekingi berbagai bisnis ilegal, salah satunya judi online.
Kepala Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), Benny Rhamdani mengungkap alasannya membongkar sosok T diduga pengendali judi online di Kamboja. "Saya menyebut korelasinya dengan penempatan ilegal di Kamboja, mereka (pekerja migran Indonesia) dipekerjakan di judi online dan scamming online di Kamboja," ujar Benny, Senin (29/7/2024).
Menurutnya, fokus BP2MI sejatinya mengurusi TPPO, hanya saja dalam temuannya, TPPO yang dialami pekerja migran Indonesia berkaitan dengan judi online.
Misalnya, di Kamboja, banyak pekerja migran justru dipekerjakan ke dalam bisnis judol secara ilegal, yang diduga dilakukan sosok T tersebut. Namun dia mengatakan, apakah sosok T yang disebutnya itu terkait dengan Konsorsium 303 yang beberapa waktu lalu menghebohkan.
"Fokus kami kepada TPPO sehingga harapan kami, ini kan namanya masih dugaan, harapan kami karena bisnisnya adalah judi online dan scamming online, kalau ini bisa diungkap dan diusut maka saya meyakini penempatan PMI ilegal ini bisa berhenti," tuturnya.
Maka itu, kata dia, manakala persoalan judol itu diberantas, tentu penempatan pekerja migran secara ilegal pun bisa dihentikan. Namun, terdapat missleading dalam pemberitaan TPPO yang telah disampaikannya dalam pidatonya dan rapat terbatas di Istana, khususnya yang ada kaitannya dengan judol dan judol dan scamming online.
"Kalau isunya hanya judol ini bukan tugas BP2MI, BP2MI tidak akan pernah masuk mengurusi masalah itu. Kan kita sudah punya satgas judol, tapi ketika bicara Kamboja itu yang saya katakan spesifik, karena anak-anak bangsa yang ditempatkan di Kamboja mereka diperkerjakan di bisnis judol dan scaming online," ujarnya.
Benny mengatakan, saat menyebut sosok T itu, baik dalam pidatonya maupun dalam pertemuan rapat terbatas, temuan tersebut sifatnya informatif, yang mana diharapkan hal itu bakal ditindaklanjuti pula oleh pihak terkait, khususnya penegak hukum. TPPO pekerja migran Indonesia di luar negeri yang berkaitan judol dan scamming online sejatinya tak hanya terjadi di Kamboja, tapi juga di negara lainnya, seperti di Filipina, Vietnam, dan Thailand.
"Tahu gak berapa banyak anak bangsa yang dikorbankan mereka bekerja di Kamboja secara ilegal. Orang Indonesia yang sekarang ada di Kamboja itu jumlahnya 89.440 orang, itu tercatat sesuai data izin tinggal dari imigrasi Kamboja," katanya.
"Berapa yang lapor diri yang lapor diri dari 89.440 itu sebanyak 17.883, sekarang berapa yang sudah dipulangkan ke Indonesia karena bekerja di judol dan scamming online? Kurang lebih 1.914 dari Kamboja, itu di luar dari yang dipulangkan dari Filipina judi online juga, kemudian Vietnam, Thailand judi online. Ini anak muda, anak bangsa yang menjadi korban penempatan ilegal," tutup Benny.
DPR Akan Panggil Benny Rhamdani
Komisi III DPR RI berencana memanggil Kepala Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Benny Rhamdani untuk meminta penjelasan soal sosok inisial T yang disebutnya sebagai pengendali judi online di Indonesia yang kebal hukum.
"Nanti setelah reses, kita akan mendalami itu, dan mungkin kita akan mengundang itu beliau yang menyampaikan Mr T itu," kata anggota Komisi III DPR RI, Achmad Dimyati Natakusumah.
Dia meminta kepada Benny Rhamdani mengungkap secara gamblang siapa sosok inisial T tersebut, dan bagaimana peranannya selama ini di Tanah Air. Baru kemudian, kata Dimyati, Komisi III akan mendalami lebih lanjut kepada pihak kepolisian.
"Ya yang akan kita tanya itu dulu, yang menyatakan Mr T itu. Kita nanti mungkin rapat tertutup dulu, untuk membuka siapa Mr T, kalo dia tidak mau terbuka," ujarnya.
Apa Itu Konsorsium 303
Konsorsium 303 menjadi sorotan seiring berkembangnya kasus pembunuhan Brigadir J alias Nofriansyah Yosua Hutabarat. Hal itu bermula dari beredarnya sebuah bagan di media sosial yang menunjukkan nama dan peran orang-orang yang diduga terlibat dalam suatu jaringan bisnis ilegal.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sejumlah desas-desus bisnis ilegal yang mencuat dalam konsorsium 303 meliputi prostitusi, perjudian, solar subsidi, penyelundupan suku cadang palsu, tambang ilegal, hingga minuman keras. Sejumlah personil Polri disebut terlibat dalam konsorsium tersebut.
Indonesia Police Watch (IPW) menyebut bahwa konsorsium itu bahkan memiliki markas tak jauh dari Mabes Polri. Mereka mengatakan markas itu merupakan sebuah rumah yang hanya berjarak sekitar 200 meter.
Salah seorang sumber Tempo yang ditemui di Kembangan, Jakarta Barat pada Rabu malam, 24 Agustus 2022, menyebut bagan-bagan, struktur di Konsorsium 303 yang beredar di media sosial itu sudah benar.
Ia mengatakan ada orang sebagai tangan kanan Ferdy Sambo dalam dugaan urusan judi. "Dia yang kendalikan setoran judi dari bandar Konsorsium 303," ujarnya. Tiga tahun lalu, ia sering kirim SMS dan WA melaporkan lokasi-lokasi judi. Tapi, laporan itu tak ditanggapi polisi.
Tiga tahun lalu, ia kerap mengirim SMS dan WA melaporkan lokasi-lokasi judi. Tapi, laporan itu tak ditanggapi polisi. Sumber ini juga mengklaim punya foto surat 19 orang yang ditangkap lalu dibebaskan. "Saya punya alat bukti cukup untuk memproses hukum 19 orang itu karena tangkap di lokasi judi ada 2 alat bukti yaitu uang tunai dan alat peraga judi. Tapi, kenapa dilepas," ujarnya.
Nama pengusaha Robert Priantono Bonosusatya belakangan ini juga dikaitkan dengan Konsorsium 303 oleh Ketua Indonesia Police Watch alias IPW, Sugeng Teguh Susanto. Hal itu berbarengan dengan tudingan kepada Robert yang disebut meminjamkan jet pribadi kepada Brigadir Jenderal Hendra Kurniawan saat berkunjung ke rumah orang tua Brigadir J di Jambi.
HATTA MUARABAGJABaca juga : Konsorsium 303 Ferdy Sambo Disebut Terkait ke Jaringan Perdagangan OrangIkuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini.
MELANJUTKAN kegemparan kasus judi online yang melibatkan sekian banyak karyawan Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo menjanjikan akan memeriksa Budi Arie jika ada indikasi terlibat dalam kasus judi online semasa memimpin sebagai menteri di periode sebelumnya.
Kalau Kapolri menepati janjinya, ini akan menjadi isian rapor yang sangat bagus. Rapor? Ya, rapor.
Pemerintahan saat ini akan tancap gas dalam waktu 100 hari. Artinya, setelah atau bahkan mungkin tepat di hari keseratus usia Kabinet Merah Putih, Presiden akan menilai kinerja para pembantunya.
Siapa yang performanya bagus, siap lanjut sebagai menteri. Sementara menteri yang pencapaiannya ala kadarnya, apalagi yang tidak ada prestasinya, siap angkat kaki. Semestinya begitu.
Angka keramat 100 hari itu tentu harus disikapi secara tepat dan cepat oleh orang nomor satu di setiap kementerian dan setiap lembaga di bawah presiden.
Mereka, seperti tadi saya sebut, harus mengisi rapor mereka dengan angka bertinta serba biru atau hitam. Syukur-syukur emas. Jangan sampai merah.
Nah, siapa tahu mindset “mengisi rapor” itulah yang saat ini berputar-putar di sejumlah lembaga penegakan hukum.
Masa 100 hari masih lumayan lama. Namun, Kejaksaan Agung, per hari ini, jelas sudah punya portofolio istimewa.
Meringkus tiga hakim PN Surabaya. Lalu menahan Tom Lembong–memang agak kontroversial, tapi yang jelas Kejaksaan Agung sudah berhasil menggelandang mantan Menteri era Jokowi itu ke balik bui.
Satu lagi: Kejaksaan Agung juga sukses mencengkeram tengkuk salah satu petinggi Kementerian Perhubungan. Ringkasnya, belum satu bulan berlalu, sudah tiga tangkapan emas yang berhasil Kejaksaan jaring.
Selain Kejaksaan Agung, siapa lagi lembaga penegakan hukum yang punya torehan sama patennya?
Komisi Pemberantasan Korupsi tidak bergigi. Lantas, Polri. Warna seragam Polri dan Kejaksaan memang mirip. Sama-sama coklat.
Namun, sejak peluit start ditiup, apa boleh buat, Polri kurang sigap merebut momentum. Staf Komdigi yang diamankan terkait judi online pun masih sebatas karyawan rendahan.
Kecuali jika Polri sanggup menyikat sindikat judi online hingga ke level atas Kominfo atau–sekarang–Komdigi, barulah Polri bisa dibilang mempersempit jarak sprint-nya dengan Kejaksaan Agung.
Sebetulnya ada satu langkah besar yang bisa Polri lakukan untuk menyalip kinerja Kejaksaan Agung. Satu langkah, yaitu bongkar habis Konsorsium 303.
Baca juga: Mengingat Lagi Janji Kapolri Mengusut Konsorsium 303 dan Komitmen Bersih-bersih Internal
Masih ingat Konsorsium 303? Bagi Anda yang lupa atau pura-pura lupa, saya bantu ingatkan Anda.
Sekitar dua tahun lalu, tersebar bagan yang disebut-sebut sebagai jaringan mafia judi di kepolisian. Mafia jahat ini memakai nama sandi Konsorsium 303.
Kenapa 303? Karena 303 adalah nomor pasal dalam KUHP. Pasal tentang segala jenis tindak perjudian.
Siapa saja petinggi Kepolisian yang tercantum namanya dalam bagan Konsorsium 303 itu? Silakan cari sendiri di Google.
Di mana markas Konsorsium 303? Kata Indonesia Police Watch, hanya selemparan batu, hanya 200 meter dari Mabes Polri.
Jadi, hitung-hitungan di atas kertas, semestinya tidak sulit-sulit amat bagi Polri untuk mencuci bersih kantornya dari oknum personel yang terlibat dalam judi online.
Apalagi karena pemberantasan judi online kini dinaungi oleh Satgas Pemberantasan Judi Online, maka sepele sebetulnya membabat mulai dari bos-bos besar judi online.
Baca juga: Polri Bentuk Tim Gabungan Dalami Dugaan Konsorsium 303 dan Judi Online
Namun, di situ pula memang letak ‘kesulitan’ utamanya. Sudah sejak lama para ilmuwan psikologi forensik menyebut istilah Curtain Code alias Kode Tirai.
Jadi, bersih-bersih ke dalam akan terus terganjal karena sesama personel penegakan hukum punya kebiasaan buruk antarmereka.
Yaitu, menutup-nutupi segala koreng, kudis, penyimpangan, bahkan kejahatan yang dilakukan oleh sesama kolega. Ini memang manifestasi kesetiakawanan alias jiwa korsa menyimpang.
Terdapat sejumlah alasan sesama personel penegakan hukum justru saling tutup mulut. Pertama, karena mereka menyeruput kuah soto dari mangkuk yang sama.
Kuah panas alias uang haram hasil penyimpangan, bahkan kejahatan itu sudah menciprat ke mana-mana.
Kedua, karena sesama personel juga sudah pegang kartu As satu sama lain. Jadi, kalau ada yang ‘sok alim’, siap-siap aibnya-dosanya juga dibuka.
Nah, agar anggapan seperti itu bisa dibuktikan mengada-ada, atau bualan belaka, maka silakan: Polri investigasi keberadaan Konsorsium 303. Hasilnya, umumkan ke publik dan media. Siapa tahu publik bakal percaya.
Baca juga: Polri: “Konsorsium 303” Judi Online Tidak Ada
Itu dia quantum leap yang akan membuat Polri melaju menempel, bahkan melampaui lari kencang Kejaksaan Agung sebelum 100 hari.
Sisi lain, ada sejumlah pihak yang meluapkan kegelisahan mereka. Pertanyaan mereka kurang lebih sama: bagaimana caranya agar kita tidak terjerumus dalam judi online? Tidak tersesat menjadi kaum PRO-J-O: Problem Judi Online.
Kata “terjerumus” atau “tersesat” menunjukkan bahwa masyarakat memandang judi online serba negatif adanya.
Itu betul. Karena itulah semua pihak sepantasnya sepakat, bahwa ketika problem judi online ini sudah amat-sangat kritis seperti sekarang, pidana harus dikedepankan.
Jadi, by default, siapa pun yang terlibat dalam judi online harus dipidana. Itu sikap paling mendasar yang perlu masyarakat anut.
Tinggal lagi, agar cermatan menjadi lebih komprehensif, masyarakat juga perlu tahu bagaimana psikologi forensik memandang masalah judi, termasuk judi online.
Pertama, judi adalah pelanggaran hukum. Bahkan beranak pinak menjadi masalah pencucian uang, pencurian identitas, kejahatan kripto, dan sebagainya.
Karena itu, siapa pun yang berjudi (melanggar hukum), konsekuensinya harus dipidana. Habis perkara.
Jangan-jangan, Konsorsium 303--kalau memang ada--termasuk dalam tipe pertama di atas.
Kedua, ini mulai sedikit pelik. Bahwa ternyata ada orang-orang yang berjudi sebatas untuk tujuan rekreasional. Bagian dari sosialisasi.
Di tempat kenduri ada judi, mereka ikut berjudi. Kenduri bubar, judi pun kelar. Selesai. Judi, sekali lagi, ‘cuma’ cara untuk mencairkan suasana.
Ketiga, ini memang parah separah-parahnya parah. Mereka berjudi karena sudah mencandu, sudah adiksi.
Walaupun adiksi judi bukan istilah yang sepenuhnya ilmiah. Karena judi sudah kadung menjadi penyakit, penanganannya adalah lewat pengobatan. Supaya sembuh psikis dan spiritualnya si pejudi.
Terakhir, ini layak dijuluki sebagai dajal sedajal-dajalnya dajal. Orang-orang dalam rumpun ini menjadikan judi sebagai pekerjaan mereka.
Mengisi periuk nasi mereka lewat judi. Menyuapi suami, anak, istri, keluarga mereka dari hasil judi. Tambah lagi, mengajak orang-orang untuk juga menggeluti ‘pekerjaan’ yang sama. Seolah normal.
Faktanya, malu dan ngeri juga mereka mengakui sebagai pejudi ‘profesional’.
Kompleks? Betul. Lempar handuk? Jangan. Lawan? Harus.
Ratusan triliunan rupiah
Ada data luar biasa yang saya dapatkan dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Perputaran uang selama setahun dari judi online saja, mencapai ratusan triliun rupiah!
"Angka perputaran uangnya, ratusan triliun, setiap tahun fluktuatif tapi cenderung dengan jumlah yang tidak jauh berbeda," ungkap Natsir Pongah, Koordinator Humas PPATK kepada saya, yang tayang di program AIMAN KompasTV, Senin pukul 20.30 WIB.
Lalu apa yang bisa dikatakan soal ini? Artinya ada uang luar biasa besar di luar sana, yang beredar dari judi online saja, belum termasuk judi konvensional yang pasti angkanya angkanya jauh lebih sedikit.
Saya mendapati fakta para pemasang judi online bermain dengan uang kecil, Rp 10.000, Rp 15.000, hingga Rp 20.000. Namun total transaksi mereka sangat banyak.
Bayangkan betapa banyak "pemainnya" dan betapa sering mereka bermain dalam satu tahun.
Uangnya mungkin tidak berada selalu di Indonesia. Tapi pengepulnya, pasti berada di Indonesia. Karena tidak mudah untuk melarikan uang dari Indonesia ke luar negeri. Meski server mereka hampir pasti, mayoritas berada di luar negeri.
Jika saja perputaran uang besar ini nyata, maka relevan pendalaman dilakukan dengan saksama.
Apresiasi terhadap pihak Kepolisian yang sampai saat ini berhasil membuka kasus rekayasa dari pembunuhan Brigadir Yosua. Puluhan personel dimutasi, disidang etik, hingga dipidana.
Meski belum cukup sampai di sini. Masih ada misteri-misteri yang harus diungkap hingga selesai tanpa sisa. Karena jika tak dituntaskan, keadilan akan terus menuntutnya.
Saya Aiman Witjaksono. Salam!
TEMPO.CO, Jakarta -Istilah Konsorsium 303 yang pernah menyeret nama Ferdy Sambo baru-baru ini kembali mencuat ke publik. Hal ini dipicu pernyataan Ketua Pusat Studi Migrasi Migrant Care Anis Hidayah terkait warga Indonesia yang menjadi korban perdagangan orang di Kamboja diduga ada yang terhubung dengan Konsorsium 303.
“Apakah mereka ada yang menjadi korban konsorsium 303 atau tidak, dugaannya ada. Jaringannya terhubung, termasuk Konsorsium 303 yang ramai itu,” kata Anis dalam diskusi Darurat Perdagangan Orang di Kedutaan Besar Amerika Serikat, Jakarta, pada Rabu, 21 September lalu.
Diagram kekaisaran Sambo menggema di DPR
Dalam Rapat antara DPR dan Menko Polhukam Mahfud MD dan Kapolri, pekan lalu, diagram ini sempat ditanyakan sejumlah pihak. Di antaranya anggota Komisi III DPR, Arteria Dahlan.
"Masalah judi, sudah jelas yang di situ, pak. Kalau saya, tadi Pak Kapolri mengatakan kalau, kalau, kalau, kalau. Copot saja yang sudah ada, Pak, kan sudah tahu semua," ujar Arteria dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Komisi III DPR dengan Kapolri di Gedung DPR, Senayan, Jakarta Rabu (24/8/2022).
Arteria bahkan meminta Kabaintelkam Komjen Ahmad Dofiri untuk segera memberikan informasi kepada Listyo terkait nama-nama oknum polisi yang bermain di bisnis judi.
Arteria juga meyakini, Irwasum Komjen Agung Budi Maryoto mengetahui nama-nama oknum polisi yang bermain di bisnis judi.
"Mana teman-teman intel, Pak Dofiri. Kan sudah tahu yang main judi siapa, Pak Agung juga paham. Kami juga mohon nanti, jangan kalau lagi nanti, sikat langsung copot," ujar Arteria.
Sementara itu, Mahfud MD menjawab pertanyaan anggota DPR diagram konsorsium 303, yang memuat "Kerajaan Sambo".
"Soal gambar-gambar itu saya sudah dapat tetapi itu bukan dari saya. Saya tidak tahu sama sekali. Yang saya baca di media itu Pak Teguh yang mengatakan itu, tapi saya katakan Kerajaan Sambo itu bukan dalam konteks gambar pembagian uang judi itu. Saya malah nggak tahu yang begitu," kata Mahfud.
Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo (kiri bawah) mengikuti rapat kerja dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (24/8/2022). Rapat tersebut membahas terkait kasus dugaan pembunuhan berencana terhadap Brigadir Yosua di rumah dinas mantan Kadiv Propam Irjen Pol Ferdy Sambo. ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/rwa.
Sementara Kapolri berjanji untuk mendalami soal diagram ini.
"Terkait dengan beberapa pertanyaan khususnya terkait dengan masalah yang tadi memunculkan bahwa apakah betul kaisar Sambo dan gengnya, terkait masalah konsorsium dan yang lain, jadi saat ini kami sedang melakukan pendalaman," kata Sigit saat RDP.
Siapa Sosok yang Menyebarkan Skema Kaisar Sambo dan Konsorsium 303?
Sabtu, 20 Agustus 2022 – 00:16 WIB
Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo Foto: Ricardo
jpnn.com, JAKARTA - Publik tengah dihebohkan dengan beredarnya skema Kaisar Sambo dan Konsorsium 303 yang berisi nama pejabat Polri terlibat dalam bisnis gelap.
Dalam skema itu juga dijelaskan siapa saja pejabat Polri yang terlibat dalam bisnis gelap serta nomor teleponnya.
Sejumlah nama perwira tinggi dan perwira menengah Polri pun disebutkan dalam skema itu.
Kemudian dimuat juga nama para pengusaha yang masuk dalam lingkaran kejahatan.
Lantas, siapa pembuat dan penyebar skema tersebut?
Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo mengatakan penyebaran skema itu tengah didalami oleh Bareskrim Polri.
“(Penyebar skema judi online Ferdy Sambo dkk, red) Nanti biar didalami sama Dittipidsiber," kata Dedi kepada wartawan, Jumat (19/8).
Juru bicara Polri itu juga menegaskan kepolisian bakal mengusut tuntas tanpa pandang bulu hal-hal yang berkaitan dengan judi, premanisme, dan narkoba.
Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News
DUA hal yang barangkali bagi sebagian orang masih asing. Keduanya merupakan bahasa yang digunakan pada diagram yang dikatakan konsorsium pelindung judi.
Sejumlah nama pejabat Polisi masuk di dalamnya. Soal kebenarannya? Sedang didalami oleh Mabes Polri, demikian diungkapkan Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo, pada Rabu lalu.
Terkait diagram ini, saya berbincang dengan Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso, Jumat (26/8/2022) lalu.
Sugeng mengatakan bahwa diagram ini bukanlah Hoax. Alasannya, model diagram sama dengan sejumlah kasus yang tengah ditangani Polisi.
"Jadi (diagram) ini dari internal kepolisian?" tanya saya kepada Sugeng.
"Sangat mungkin," jawab Sugeng.
Tapi soal kebenarannya masih dipertanyakan. Apakah benar seluruhnya atau benar sebagian saja, atau bahkan sama sekali tidak benar. Sesuai janji Kapolri masih terus didalami.